Senin malam pukul
20.00 wib, kali pertama saya diamanahkan untuk menjadi host sekaligus moderator
acara virtual yang diselenggarakan oleh PC GP Ansor Tangsel yang mengusung tema
"ANSOR BANSER BISA MENULIS".
Rasa canggung,
tidak percaya diri sempat dirasakan diawal sebelum acara itu dimulai. Bagaimana
tidak ? Narasumber yang mengisi materi malam itu sudah sangat masyhur
dikalangan para pegiat literasi di Indonesia, beliau adalah KH. A. Ubaidillah (Kang Ubed) yang merupakan founder dari Pusat Studi Pesantren (PSP) sekaligus memperkarsai
Iqra.id.
Beliau adalah
mahasiswa tamatan Sastra Alumni UI dan Rusia, beliau sudah malang melintang
mencari jejaring literasi di kalangan pesantren, yang saat ini jaringannya
sudah terkoneksi lebih dari 400 pesantren di Indonesia dan menggalakkan Gerakan
Suara Pesantren dengan harapan pesantren menjadi simpul penggerak literasi
digital. Sungguh pencapaian yang luar biasa, segala pengorbanan beliau
korbankan, baik secara waktu, fikiran serta tenaga.
Narasumber
berikutnya adalah Nur Inayah, S.Ud, sekaligus Mahasiswi Sekolah Tinggi Filsafat
Islam (STFI Sadra - Jakarta) yang merupakan seorang santriwati, novelis serta
penggerak literasi di Cirebon Timur. Sudah ada 2 novel yang beliau buat yang
berjudul "Mengaji Cinta" serta "Setia Menunggu Hujan Reda".
Yang seharusnya beliau ikut memberikan materi malam itu, namun qadarullah
beliau tidak bisa ikut bergabung dalam acara virtual.
Beberapa rangkaian
acara terlewati dengan baik, tibalah saatnya Narasumber memperkenalkan diri
serta memberikan materinya. Beliau memberikan motivasi dan mencoba membangun
perspektif dalam menulis. Secara pragmatical beliau jelaskan dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti bagi kami.
Alih-alih
ditengah pemaparan materi beliau, organ-organ di mulut terasa mulai protes,
lidah terasa asem (ucapku dalam hati).. he he maklum pengin "ngudud".
Tidak sampai disitu akhirnya video pada layar laptop saya "off" kan
sementara dan menyalakan sebatang rokok guna mengobati rasa asem pada mulut
yang tertahan.
Saking menarik
dan rasa antusias yang tinggi, tidak terasa durasi yang tadinya hanya 1 jam
sudah hampir 2 jam acara berlangsung. Sampai tibalah sesi tanya-jawab, saya
selaku moderator mempersilahkan para audien peserta zoom meeting untuk
memberikan pertanyaan.
Akhirnya selesai
sudah sesi tanya jawab yang sudah dilakukan, setidaknya ada 3 pertanyaan yang
dilayangkan oleh peserta 1 diantaranya adalah pertanyaan dari saya.
Selesai sudah
acara demi acara telah terlaksana dengan baik, meski tentu banyak kekurangan.
Tapi tak mengapa, apa yang dilalukan hari ini justru bisa dijadikan evaluasi
untuk hari-hari berikutnya.
Dari pemaparan
materi yang telah disampaikan, saya mencatat beberapa point penting yang
menjadi motivasi saya untuk menuliskan cerita ini.
Yaitu:
"Tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai, Ide yang baik adalah Ide
yang dieksekusi".
Seakan menjadi
cambuk bagi diri ini, maka dari penyampaian beliau saya memberanikan untuk
menuliskan cerita ini.
Nah, jika kita
ingin ahli menulis, maka kita harus sabar dalam belajar dan terus memperbanyak
ilmu kita dengan membaca, sehingga tulisan kita juga tidak asal-asalan dan
menjadi tulisan yang berkualitas.
Seperti kata Imam
Syafi’i, “Jika kau tak tahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan
perihnya kebodohan”.
"Setiap penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti." (Ali bin Abi Thalib)
Lelah dalam
belajar adalah hal yang wajar, tetapi jangan pernah berhenti untuk belajar.
Akhirnya, Jika
kata tak mampu bersuara, biar hati yang bicara (dan menuliskan ceritanya). Itu
ceritaku, mana ceritamu?
Editor : Kholili
Penulis Cerita : Muhammad
Suryaman, S.Pd - Ketua PAC GP Ansor
Ciputat.