Pembangunan pemuda menjadi program penting dalam setiap negara di dunia, karena pemuda merupakan aset terbesar bangsa sekaligus sebagai tumpuan harapan yang akan menegakkan kembali cita-cita bangsa, selain itu pemuda juga merupakan bagian dari roda perputaran zaman yang diharapkan kembali menjadi agent of change (Dewanta dan Syaifullah, 2008: 46).
Peran dan partisipan pemuda sangat penting dalam membangun
kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa setiap negara
selalu berusaha untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan karakter pemuda.
Ada peribahasa yang mengungkapkan bahwasanya barang siapa mengusai pemuda, maka
akan dapat menguasai masa depan (Tilaaar, 1911: 34).
Namun sayangnya, peran pemuda saat ini belum menuai hasil yang
maksimal apabila dibandingkan dengan pemuda di era proses kemerdekaan yang
begitu militan untuk berjuang melawan penjajah. Hal ini tentunya menjadi
pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia untuk memikirkan nasib pemuda kedepan.
Beberapa program kepemudaan sudah dijalankan oleh kementerian
Olahraga dan pemuda, baik melalui acara nasional maupun internasional, namun
kenyataannya belum menuai hasil yang maksimal. Melihat kenyataan tersebut,
nasib pemuda tidak boleh digantungkan semua pada pemerintah, karena
keterbatasan dana, akses, dan arahan.
Peran organisasi kepemudaan sangat diharapkan untuk membantu
membangun karakter pemuda agar menjadi lebih baik lagi, baik dari organisasi
yang berhalauan nasionalis, islamis, maupun percampuran antar keduanya. Seperti
Gerakan Pemuda Ansor yang merupakan salah satu organisasi kepemudaan yang
perannya dalam membangun karakter pemuda sudah begitu mapan. Banyak kader dari Gerakan
Pemuda Ansor yang sudah berperan di dalam masyarakat baik menjadi Camat,
Bupati, hingga Menteri seperti halnya Gus Yaqut yang merupakan pimpinan pusat Gerakan
Pemuda Ansor, hal ini merupakan cerminan bahwasanya Gerakan Pemuda Ansor
merupakan organisasi yang sudah banyak menjadikan kader yang bermanfaat bagi
bangsa dan negara.
Kaderisasi dalam tubuh Gerakan Pemuda Ansor melalui beberapa hal
seperti. Pertama, Rijalul Ansor, melalui kegiatan "Majlis Dzikir dan
Sholawat" untuk menuntut ilmu keagamaan, penguatan aqidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah An-Nahdliyyah dan dakwah Islam Rahmatan lil A’lamin. Selain itu, Rijalul
Ansor juga mengadakan pengajian yang di dalamnya terdapat proses pendidikan
karakter dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Kedua, Pendidikan
Kepemimpinan Dasar (PKD) merupakan salah satu pendidikan kader yang memiliki
fungsi untuk membangun kader yang berkarakter militan, meningkatkan kualitas
dan potensi dengan menanamkan ideologi dan membangun nilai akhlaqul karimah,
menguatkan kepedulian dan daya kritis, serta memperkuat kapasitas kepemimpinan
untuk mewujudkan kemaslahatan publik dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa.
Ketiga, Pendidikan dan
Latihan Dasar (Diklatsar) merupakan suatu kegiatan yang diadakan oleh GP Ansor
untuk mencetak kader inti yang professional dan output dari Pendidikan dan
Latihan Dasar (Diklatsar) adalah menjadi Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang
merupakan lembaga semi otonom dari GP Ansor. Namun sayangnya, partisipasi
pemuda saat ini masih minim untuk mengikuti kaderisasi yang dilakukan dalam
organisasi Gerakan Pemuda Ansor karena godaan pemuda yang mengarah pada materi
dan orientasi untung-rugi sehingga masih kurangnya kesadaran pemuda untuk
memikirkan masa depan bangsa karena sibuk untuk memikirkan diri sendiri.
Padahal dalam proses kaderisasi akan terbentuk jiwa dinamis, kreatif dan
pantang penyerah yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman yang
berubah begitu cepat.
Terakhir, sebagai pemuda hendaklah segera membangun kesadaran diri
sebelum masa muda habis untuk bermain karena waktu terus berjalan tanpa
disadari, sehingga hanya penyesalanlah yang bisa dirasakan.
Penulis : Syaiful Ahyar – Kader GP Ansor Tangsel dan Redaktur NUOnline Banten.