Refleksi Akhir Tahun 2020, Indonesia Dalam Pandemi Covid-19 - ANSOR TANGSEL

Saturday, January 2, 2021

Refleksi Akhir Tahun 2020, Indonesia Dalam Pandemi Covid-19

rEFLEKSI aKHIR tAHUN

Puji Syukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan segala-galanya sehingga kita dapat berdiri dalam dunia sampai saat ini tepatnya dipenghujung tahun 2020. Tahun 2020 merupakan tahun yang paling penuh tantangan. Tahun dimana dunia diguncangkan oleh lautan pandemi COVID-19. Pademi Covid-19 ini adalah penyakit sampar yang sangat menular dan terus mejangkit antar manusia.

Pademi ini pun belum mendapat kepastian kapan akan berakhir. Usia manusia seolah di ujung tebing curam. COVID-19 tidak kenal diskriminasi soal kaya atau miskin. Malah yang selama ini bangga sebagai orang kaya, punya uang simpan di banyak tempat, hidup bergelimang mewah, tidak berkutik saat mulut dan hidung ditutup benda mirip kaca yang menyesakkan pernapasan. Kita saksikan kota-kota lengang, ruang-ruang publik sepi, tempat peribadahan kosong. Kalaupun ada, pasti berjarak. 

Angka kasus infeksi virus COVID-19 di Indonesia masih terus mengalami peningkatan. Di Indonesia sendiri, kasus infeksi COVID-19 yang pertama diumumkan pada 2 Maret 2020 lalu. Berdasarkan data yang disampaikan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Rabu (30/12/2020) sore, tercatat ada tambahan 8.002 kasus baru infeksi COVID-19 dalam 24 jam terakhir. Ini artinya, jumlah kasus infeksi harian kembali menyentuh angka 8.000. Dengan penambahan tersebut, maka total kasus COVID-19 terkonfirmasi di Indonesia tercatat sebanyak 735.124 (tribunnews 31/12/20).

Akibat COVID-19 ini adalah menjadi ancaman serius bagi kalangan pesantren dan Indonesia. Dimana sebanyak 207 masyayikh atau ulama meninggal selama pandemi Covid-19. Ratusan ulama yang meninggal selama pandemi itu tersebar di 110 pondok pesantren di Indonesia. Data itu disampaikan oleh Pengurus Pusat Rabithah Ma'aid Islamiyah (RMI) Nahdatul Ulama. Diketahui, masyayikh merupakan sebutan untuk kiai atau nyai dalam dunia pesantren. "Ancaman terhadap pesantren dan kyai berarti ancaman terhadap kelangsungan pendidikan agama dan karakter bangsa Indonesia," kata Abdul Ghofarrrozin dalam keterangan tertulis, Jumat (11/12/2020). 

Kondisi pandemi saat ini membutuhkan orang beriman, bukan sekadar orang beragama. Orang beriman akan peka dengan realitas dan tidak pernah tanggal diam, masa bodoh apalagi pura-pura hilang kesadaran mencari solusi untuk menenun kembali hidup yang diporakporandakan virus jahanam ini. Orang beriman tidak pernah meremehkan fakta kelam sekalipun. Justru di tengah lautan kekelaman, orang beriman mesti tampil sebagai cahaya yang mampu mencahayai realitas agar membuka mata kesadaran orang lain, betapa pun kecil. Cuci tangan lebih kerap, jaga jarak, tetap akrab dengan masker, terdengar sepele tapi berisiko dahsyat tidak hanya diri kita tapi orang lain.

Kesadaran ini adalah bagian utuh dari iman. Ketakutan pasti akan hadir. Tapi iman akan Dia yang setia akan mengubah segala ketidakmungkinan dalam kekuasaan otak manusia yang terbatas menjadi kemungkinan yang terbuka bersama Dia yang tidak berbatas.

Selain terjadinya pandemi COVID-19, masih banyak kejadian lain yang tidak dapat dipaparkan masing-masing. Dengan pergantian tahun dari 2020 ke 2021 kali ini memang akan menjadi sesuatu yang berbeda, dipastikan bahwa perayaan tahun baru kali ini akan diwarnai sejumlah aturan karena Indonesia masih menghadapi pandemi. Beberapa kegiatan wajib saat pergantian tahun, seperti pesta kembang api, panggung hiburan, dan lainnya, tidak akan diperbolehkan karena dapat menimbulkan kerumunan. Meski tak harus berkumpul karena kondisi pandemi covid-19 masih terjadi, tidak ada salahnya apabila ucapan dan do’a agar di tahun 2021 mendatang segala kondisi akan menjadi jauh lebih baik.


Oleh : Saiful Ahyar, S,Pd.
Penulis adalah Kader GP Ansor Tangsel 2020 dan Kontributor NU Online Banten.

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments